Senin, 26 April 2010

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

PERCOBAAN II

REAKSI ASAM BASA

OLEH

NAMA : LAODE ANDIMBARA

STAMBUK : AIC3 07 013

KELOMPOK : I (SATU)

PROG. STUDI : PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN : PENDIDIKAN MIPA

LABORATORIUM UNIT KIMIA

UPT. LABORATORIUM DASAR PUSAT

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2008

PEURUNAN TITIK BEKU LARUTAN

A. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari praktikum penurunan titik beku larutan ini adalah agar mahasiswa nantinya diharapkan dapat menentukan:

a. Tetapan penurunan titk beku molal pelarut.

b. Berat molekul zat non volatil

B. Kajian Teori

Pembentukan suatu larutan tidak menimbulkan pengaruh terhadap sifat-sifat kimia zat-zat penyusun larutan tersebut. Air suling (air murni) dan air sumur memperlihatkan reaksi yang sama saja, misalnya direaksikan dengan logam natrium. Akan tetapi sifat-sifat fisis suatu zat yang sering berubah tatkala zat itu menjadi komponen larutan. Pada suhu 20oC air murni pasti membeku, sedangkan air yang dicampur dengan etilen glikol (zat anti beku, “antifreeze” untuk radiator kendaraan) akan tetap cair pada suhu rendah itu (Anshory, 1994: 2).

Terdapat empat sifat yang berhubungan dengan larutan encer atau kira-kira pada larutan yang lebih pekat, yang tergantung pada jumlah partikel terlarut yang ada. Jadi, sifat-sifat tersebut tidak tergantung pada jenis larutan. Keempat sifat tersebut ialah penurunan tekanan uap, peningkatan titik didik, penurunan titik beku, dan tekanan osmosisi. Pada tahun 1880-an kimiawan Prancis F. M. Raoult mendapati bahwa melarutkan suatu zat terlarut mempunyai efek penurunan tekanan uap dari pelarut. Banyak penurunan tekanan uap (DP) terbukti sama dengan hasil kali fraksi mol terlarut (XB) dan tekanan uap pelarut murni (PAo), yaitu:

DP = XB.PAo

Dalam dua larutan komponen, XA + XB = 1, maka XB = 1-XA. Juga apabila tekanan uap pelarut di atas larutan dilambangkan PA, maka P = PAo-PA. Sehingga dapat ditulis kembali menjadi:

PAo - PA = (1-XA) PAo

Dan penataan ulang persamaan ini menghasilkan bentuk yang umum dikenal dengan Hukum Raoult. Hukum Raoult menyatakan bahwa “Tekanan uap pelarut di atas suatu larutan (PA) sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (PAo) dengan fraksi mol dalam larutan (XA)”. Apabila zat terlarut mudah menguap dapat ditulis pula PB = XB.PBo. Dalam larutan ideal semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti Hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Namun zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Hendry, bukan Hukum Raoult (Petrucci, 1984: 63-64).

Titik beku larutan lebih rendah dari pada titik beku pelarut yang murni. Larutan gula misalnya membeku di bawah suhu 0oC. Selisih antara titik beku larutan dengan titik beku pelarut disebut penurunan titik beku larutan (DTf). Penurunan titik beku larutan ini juga sebanding dengan konsentrasi zat yang terlarut. Dan hubungan ini dapat dinyatakan dengan rumus

DTf = m. Kf

Seperti halnya dengan kenaikan titik didih, maka penurunan titik beku larutan ini juga dapat dipakai untuk menentukan berat molekul zat yang dilarutkan (Sastrawijaya, 1993: 84).

Larutan yang mengandung zat terlarut tak volatil dapat menurunkan tekanan uap pelarut. Semakin tinggi konsentrasinya maka semakin besar penurunan tekanan uapnya. Biasanya bila berbicara tentang titik beku atau titik didih, orang sepakat bahwa itu berlaku untuk kondisi 1 atm. Istilah yang lebih eksak untuk titik itu adalah titik beku dan titik beku normal. Dalam lampiran kita dapat mempunyai harga-harga Tf dan Tb untuk sejumlah zat. Metode untuk menduga Tb biasanya kurang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Bondi sfus lebih besar bila molekul dapat memiliki sejumlah orientasi dalam fase cair dibanding dalam wujud padatnya. Jadi sfus lebih kecil untuk molekul sferik, kauk dan Tf lebih tinggi dari pada untuk molekul berukuran sama yang anisometrik dan lentur. Bagaimanapun Eston mengusulkan penggunaan metode interpolasi untuk mengkorelasikan titik-titik beku pada deret homolog. Untuk deret seperti itu, ia membuat grafik (Tb - Tf) / Tf Vs berat molekul. Kecuali barang kali untuk anggota pertama deret grafik tersebut menghasilkan sebuah garis lurus (Reis, 1999: 1).

Perubahan suhu berbanding lurus dengan perubahan tekanan uap untuk konsentrasi zat terlarut yang cukup rendah, penurunan titik beku berkaitan dengan molalitas total melalui

DTf = Tfo - Tf = Kf ´ m

Dengan Kf adalah tetapan positif yang hanya bergantung pada sifat pelarut. Gejala penurunan titik beku menyebabkan kenyataan bahwa air laut yang mengandung garam terlarut memiliki titik beku yang lebih rendah daripada air segar. Larutan garam pekat memiliki titik beku yang lebih rendah lagi. Pengukuran titik beku seperti halnya peningkatan titik didih yang dapat digunakan untuk menentukan massa molar zat yang tidak diketahui. Jika suatu zat berdisosiasi dalam larutan maka molalitas total semua spesies yang ada (ionik atau netral) harus digunakan dalam perhitungan (Norman, 2001: 167).

C. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum penurunan titik beku larutan, antara lain:


1. Thermometer

2. Erlenmeyer (sebagai tabung D)

3. Gelas ukur 25 mL

4. Neraca analitik

5. Stop watch

6. Botol timbang (sebagai tabung B)

7. Beaker gelas 100 mL (sebagai tabung E)

8. Botol semprot

9. Beckman’s feezing point apparatus

Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum penurunan titik beku larutan, antara lain:


1. Naftalena

2. Asam cuka glasial

3. Garam dapur

4. Es batu

5. Zat X

6. Aquades


D. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja dari praktikum penurunan titik beku larutan dapat dilihat dalam diagram alir berikut.

E. Pengamatan

Adapun hasil pengamatan dalam praktikum penurunan titik beku larutan dapat dilihat dalam tabel berikut.

1. Penentuan titik beku asam asetat glasial

Volume asam cuka = 10 mL

Berat jenis asam cuka = 1,05 g/mL

Berat asam cuka = 10,5 gram

Waktu (menit)

2

5

7

10

15

20

30

Suhu (oC)

21

18

17

13

6

Titik beku asam cuka Tfo = 6oC

2. Penentuan tetapan titik beku asam asetat glasial

Berat naftalena = 0,1 gram

Waktu (menit)

2

5

7

10

15

20

30

Suhu (oC)

-1

-2

-2

Titik beku larutan naftalena (Tf) = -2oC

Penurunan titik beku larutan naftalena (DTf) = Tfo - Tf = 6 - (-2) = 8oC

Kf asam cuka

3. Penentuan berat molekul zat X

Volume asam cuka = 10 mL

Berat asam cuka (W) = 1,05 g/mL

Berat zat X (W1) = 0,1 gram

Waktu (menit)

2

5

7

10

15

20

30

Suhu (oC)

-4

-5

-5

Titik beku larutan X = -2oC

Penurunan titik beku pada larutan X (DTf) = Tfo - Tf = 8- (-5) = 13oC

F. Pembahasan

Larutan mempunyai sifat-sifat yang berbeda dari pelarutnya. Salah satu sifat penting dari suatu larutan adalah penurunan titik beku. Titik beku adalah temperatur tetap dimana suatu zat tepat mengalami perubahan wujud dari cair ke padat. Setiap zat yang mengalami pembekuan memiliki tekanan 1 atm. Penambahan zat terlarut nonvolatil ke dalam suatu pelarut menyebabkan terjadinya penurunan titik beku. Keberadaan partikel-partikel zat pelarut mengalami proses pengaturan molekul-molekul dalam pembentukan susunan kristal padat, sehingga diperlukan suhu yang lebih rendah untuk mencapai susunan kristal padat dari fasa cairnya. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya penurunan titik beku suatu larutan yang keadaannya ditambahkan zat terlarut.

Dari hasil pengamatan tentang penurunan titik beku larutan, diperoleh titik beku asam asetat glasial atau asam cuka ini adalah 6oC pada waktu 15 menit, sedang penurunan titik bekunya adalah 8oC, dan Kf dari asam asetat glasial itu sendiri adalah 107,52oC/m. Nilai titik beku asam asetat ini berbeda jauh dengan nilai titik beku asam asetat secara teori. Titik beku asam asetat secara teori adalah 16,6oC. Perbedaan ini mungkin saja disebabkan oleh es batu yang ada pada erlenmeyer (tabung E) yang digunakan untuk membekukan asam asetat ini sedikit demi sedikit mulai mencair. Oleh karena itu agar asam asetat galsial ini membeku pada suhu 16,6oC ini, es batu yang ada di dalam tabung E perlu diberi garam dapur lebih banyak lagi sehingga es batu yang ada tetap membeku atau dengan kata lain tidak cepat mencair, sebab garam dapur ini dapat mengikat oksigen yang ada pada air dalam bentuk es batu. Selain itu mungkin juga disebabkan oleh keadaan sekitar lingkungan dari sistem ini (larutan). Namun jika kita tinjau kembali kegunaan garam dapur ini, kita akan menemukan hal yang bertolak belakang dari fungsi garam dapur pada percobaan ini. Misalnya pada musim salju, untuk mengubah salju yang jatuh ke tanah agar segera mencair dan tidak membeku, diatas salju ini disebarkan garam dapur, yang tujuannya agar titik beku air dalam salju turun sehingga salju dapat mencair dan salju mengalir ke saluran-saluran pembuangan.

Seadngakan harga Kf asam asetat glasial yang diperoleh secara praktikum berbeda jauh dengan Kf asam asetat secara teori, dimana harga Kf asam asetat secara teori adalah 3,57oC/m. Perbedaan ini bisa saja disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang baik, baik itu dari wadah tempat zat ini dimasukkan dan alat yang digunakan untuk mengaduknya. Dengan cara kriokopis, kita juga dapat menentukan berat molekul zat yang dilarutkan dalam asam asetat glasial ini. Dari hasi pengamatan dan perhitungan diperoleh berat molekul dari zat X ini adalam 78,76 g/mol. Dimana nilai ini diperoleh dari hasil bagi antara berat zat terlarut dikali dengan 1000 dikali dengan harga Kf yang diperoleh dari hasil pengamatan dan dibagi dengan penurunan titik beku larutan dikalikan dengan berat pelarutnya sendiri.

G. Penutup

1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahahasan dapat ditarik kesimpulan dari praktikum penurunan titik beku larutan adalah sebagai berikut.

1. Nilai titk beku asam asetat glasial secara praktikum berbeda dengan nilai tik beku asam asetat secara teori, bergitu juga dengan tetapan penurunan titik beku molal asam asetat glasial ini berbeda secara teori dan praktikum.

2. Dari nilai-nilai yang ada dapat ditentukan nilai berat moleku zat X yang ada dalam larutan dengan menggunakan cara kriokopis.

2. Saran

Saran saya dalam paraktikum kali ini adalah agar waktu respon ditambah beberapa menit lagi bila diadakan praktikum dengan menggunakan bahan-bahan berbahaya sebaiknya menggunakan kaos tangan demi keselamatan para praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anshory, Irfan, 1994. Kimia. Erlangga, Jakarta.

Norman, 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Erlangga, Jakarta.

Petrucci, Ralph, 1987. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Moder. Erlangga, Jakarta.

Reis, 1999. Sifat-Sifat Gas dan Zat Cair. Gramedia, Jakarta.

Sastrawijaya, Tresna, 1993. Kimia Dasar 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

KIMIA UNSUR

A. Tujuan Percobaan

Tujuan dari praktikum kimia unsur ini adalah agar setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat:

1. melakukan uji logam menggunakan nyala api;

2. membedakan logam satu dengan logam yang lain berdasarkan warna yang dipancarkan masing-masing logam; dan

3. mengetahui sifat dari beberapa unsur halogen.

B. Kajian Teori

Jika suatu atom diberi energi (panas, listrik, radiasi, dsb.), maka elektron yang terletak pada kulit terluar akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Untuk kembali ke tingkat energi dasar, atom tersebut akan melepaskan energi dengan cara memancarkan emisi yang khas untuk atom tertentu. Energi yang dilepaskan dapat dideteksi dengan mata atau menggunakan alat spektrofotometer, yang mana tiap atom akan memberikan spektrum garis yang berlainan satu dengan yang lain. Spektrum garis yang teamati berupa bayangan yang putus-putus, yang mana ditandai oleh suatu besaran yang frekuensi atau panjang gelombang dari sinar tersebut. Pada uji nyala api, senyawa yang mengandung logam golongan A, B, dan transisi (dalam sistem periodik unsur-unsur) diuapkan dengan oksidasi nyala api yang akan memberikan warna tertentu pada nyala tertentu.Unsur-unsur halogen, dalam sitem periodik termasuk dalam golongan VIIA. Pembuatan unsur ini dapat dilakukan di laboratorium dengan cara tidak terlampau sukar. Cara pembuatan klor dalam laboratorium, semuanya berdasarkan pada oksidasi ion klorida.

2Cl- + oksidator ® Cl2 + hasil reduksi

Oksidator-oksidator yang dapat dipakai dalm larutan asam, misalnya MnO2, MnO4-, Cr2O72-, PbO2. Pembuatan brom dalam laboratorium juga berdasarkan ion oksidasi ion Br- oleh oksidator-oksidator seperti yang dipakai pada pembuatan klor. Selain dari pada itu brom dapat juga dibuat dengan mengoksidasi ion bromida dengan klor.

Cl2 + 2Br- ® Br2 + 2Cl-

Sedangkan I2 dapat dibuat dengan mengoksidasi ion I-.

2I- + Cl2 ® 2Cl- + I2

Yod yang mengendap dipisahkan dengan cara penyaringan. Dari suatu yodat, misalnya natrium yodat, NaIO4, yod dapat diperoleh dengan cara mereduksinya dengan natrium hidrogen sulfit. Dari harga potensial elektroda dapat diketahui bahwa Cl2 dapat mengoksidasi ion bromida dan yodida (Anonim, 2008: 12-13).

Asam-asam okso dengan anion okso diperoleh mulai dari segi pembuatannya, sifat asam basanya, kekuatannya sebagai pengoksida atau pereduksi, dan strukturnya. Beberapa kemungkinan tambahan untuk asam okso dan belerang adalah subtitusi S dengan atom O (tiosulfat) dan adanya ikatan -O-O- (peroksisulfat) ciri kelarutan dari sejumlah senyawa pengoksida terhadap kelarutan sulfida logam dan hubungan kelarutan dengan bagan analisis kualitatif untuk kation-kation energi ikatan dan kemantapan termodinamika diterapkan untuk oksida-oksida dari hidrogen dan pengalaman mengenai ikatan kimia diberikan melalui pembahasan boron hibrida senyawa antar halogen dan senyawa gas mulia. Suatu senyawa merupakan konsekuensi dari sifat-sifat istimewa yang dimiliki (Petrucci, 1985: 88).

Yang termasuk logam adalah unsur-unsur yang terletak pada golongan IA, IIA, sebagian dari golongan lain (IIIA, IVA, VA), transisi dan transisi dalam. Sifat utama dari logam adalah kemampuan atomnya untuk melepaskan elektron membentuk ion positif (kation). Logam alkali (IA) terdiri dari unsur Li, Na, K, Rb, Cs, dan Fr. Logam golongan IA disebut alkali karena merupakan pembentukan basa kuat, logam alkali bersifat lunak, putih mengkilap seperti perak dengan titik leleh rendah, dapat dipotong dengan pisau bahkan loham Cs dapat dilelehkan oleh panas tubuh bila digenggam cukup lama. Dalam sistem periodik, dari atas ke bawah, jari-jari atom, masa jenis berkurang secara periodik sedangkan titik didih, titik leleh, keelektronegatifan dan energi ionisasi cenderung berkurang. Sifat kimia logam-logam alkali dapat berekasi dengan halogen, hidrogen, belerang, dan fosforus. Li dapat bereaksi dengan asam kuat membentuk garam dan H2. Logam alkali bereaksi dengan oksigen mebentuk oksida, proksida dan superproksida. Logam alkali bereaksi dengan air membentuk basa kuat dan gas H2. Logam alkali tanah (IIA) meliputi unsur-unsur Be, Mg, Ca, Sr, Ba, dan Ra. Logam-logam IIA dinamakan alkali tanah karena pada umumnya ditemukan dalam tanah berupa mineral batuan yang sukar larut dalam air dan tetap stabil dalam suhu tinggi. Dalam sistem periodik dari atas ke bawah, jari-jari atom bertambah secara periodik, sedangkan titik didih, titik leleh, keelektronegatifan, dan energi ionisasi cenderung berkurang. Sifat kimia alkali tanah mirip dengan logam alkali tetapi logam alkali tanah kurang reaktif dibandingkan dengan alkali dalam periode yang sama (Anonim, 2000: 12-13).

C. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum kimia unsur, antara lain:


1. Kawat platina

2. Kaca kobal

3. Labu semprot

4. Tabung reaksi dan raknya

5. Gegep

6. Gelas ukur 25 mL

7. Pembakar bunsen

8. Pipet tetes

Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum kimia unsur, antara lain:


1. FeCl3 0,05 M

2. Larutan Na, Ca, Ba, dan Sr

3. HCl pekat

4. Air

5. HCl 10 M

6. KSCN

7. NaF 1 M

8. CuSO4 0,25 M

9. NH3 pekat


D. Prosedur Kerja

Prosedur kerja dari praktikum kimia unsur dapat dilihat dalam diagram alir berikut.

1. Uji nyala api

2. Uji logam transisi

a. Kompleks besi

b. Kompleks tembaga

E. Pengamatan

Hasil pengamatan dalam praktikum kimia unsur dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil pengamatan untuk uji nyala api

No.

Perlakuan

Hasil Pengamatan

1.

Kawat platina dibersihkan dengan HCl pekat, dipanaskan sampai pijar, dicelupkan pada Na (natrium), dipanaskan kembali dan diamati

Berwarna kuning keemasan

2.

Kawat platina dibersihkan dengan HCl pekat, dipanaskan sampai pijar, dicelupkan pada Ca (kalsium), dipanaskan kembali dan diamati

Berwarna merah bata (merah kekuningan)

3.

Kawat platina dibersihkan dengan HCl pekat, dipanaskan sampai pijar, dicelupkan pada Ba (barium), dipanaskan kembali dan diamati

Berwarna hijau kekuningan

4.

Kawat platina dibersihkan dengan HCl pekat, dipanaskan sampai pijar, dicelupkan pada Sr (stronsium), dipanaskan kembali dan diamati

Berwarna merah tua agak keunguan

Tabel 1. Hasil pengamatan untuk uji logam transisi

a. Kompleks besi

No.

Perlakuan

Hasil Pengamatan

Kesimpulan

Reaksi

1.

2 mL FeCl3 0,05 M + 2 mL air (sebagai pembanding)

Tidak terjadi perubahan warna (tetap bening kekuningan)

H2O > Cl-

FeCl3 + 3H2O ® Fe(OH)3 + 3HCl

2.

2 mL FeCl3 0,05 M + 2 mL HCl pekat

Terjadi perubahan warna dari bening kekuningan menjadi kuning

Cl-2O

FeCl3 + 3HCl ® [Fe(Cl)6]3- + 3H+

3.

2 mL FeCl3 0,05 M + 2 mL air + satu tetes KSCN

Terjadi perubahan warna dari bening kekuningan menjadi orange

SCN->Cl-

FeCl3 + KSCN ® [FeSCN]2+ + KCl + 2Cl-

4,

2 mL FeCl3 0,05 M + 2 mL air + NaF 1 M

Terjadi perubahan warna dari bening kekuningan menjadi lebih pudar

H2O>F-

FeCl3 + NaF ® [FeF6]3- + 3NaCl + 3Na+

5.

½ larutan (2) + setetes KSCN

Terjadi perubahan warna dari kuning menjadi lebih pudar

SCN->Cl-

[Fe(Cl)6]3- + 6KSCN ®[FeSCN]2+ + KCl + 5K+

6.

½ larutan (3) + setetes NaF

Terjadi perubahan warna dari orange menjadi lebih pudar

SCN->F-

[FeSCN]2- + 6NaF ® [FeF6]3- + NaSCN + 5Na+

b. Kompleks tembaga

No.

Perlakuan

Hasil Pengamatan

Kesimpulan

Reaksi

1.

2 mL CuSO4 0,25 M + 2 mL air (sebagai pembanding)

Terjadi perubahan warna dari biru muda menjadi biru langit (lebih pudar dari biru muda)

Cu>H2O

CuSo4 + 3H2O ® Cu(OH)2 + H2SO4

2.

2 mL CuSO4 0,25 M + 2 mL HCl pekat

Terjadi perubahan warna dari biru langit menjadi hijau tua

H2O>Cl-

CuSO4 + 2HCl ® CuCl2 + H2SO4

3.

2 mL FeCl3 0,05 M + 2 mL air + satu tetes KSCN

Terjadi perubahan warna dari biru muda menjadi dua lapisan warna, yang atas berwarna biru tua dan yang bawah berwarna biru muda

H2O3

CuSO4 + 4NH3 ® [Cu(NH3)4]2+ + SO42-

F. Pembahasan

Unsur-unsur tertentu mempunyai sifat fisika dan kimia yang sama. Kemiripan dapat terlihat setelah seluruh unsur yang diketahui disusun dalam suatu tabel yang disebut tabel berkala. Tabel ini mengelompokkan unsur ke dalam golongan (kolom) dan periode (baris). Pada tabel periode modern, unsur-unsur dikelompokkan ke dalam tiga jenis golongan yaitu golongan utama, transisi, dan transisi dalam.

Dari hasil praktikum, diperoleh warna-warna nyala api yang timbul dari logam golongan IA (alkali) seperti Na berwarna kuning keemasan dan warna-warna nyala api yang timbul logam golongan IIA (alkali tanah) seperti Ca berwarna merah bata, Ba berwarna hijau kekuningan, dan Sr berwarna merah tua agak keunguan. Dimana, bila logam alkali dalam hal ini adalah Na bila bereaksi dengan oksigen akan membentuk peroksida dan nyala api yang dihasilkan adalah nyala api oksidasi, sebab oksigen yang digunakan untuk bereaksi dengan Na ini mengalami peningkatan bilangan oksidasi dari -2 menjadi -1 atau terjadi reaksi pengikatan oksigen oleh Na. Karena logam Na sangatlah mudah beraksi dengan hidrogen atau oksigen sehingga ia harus selalu disimpan dalam cairan yang inert spereti minyak tanah (kerosin). Untuk logam Ba, Ca, atau Sr bila bereaksi dengan oksingen akan menimbulkan nyala api reduksi, sebab oksigen yang digunakan untuk beraksi dengan logam Ba, Ca, atau Sr mengalami penurunan bilangan oksidasi dari 0 menjadi -2 atau dengan kata lain terjadi reaksi pelepasan oksigen oleh Ba, Ca, atau Sr. Perbedaan warna yang terjadi dari hasil pembakaran disebabkan oleh perbedaan panjangnya gelombang dari tiap-tiap logam, baik itu logam alkali maupun alkali tanah. Sebab salah satu ciri khas dari suatu unsur adalah spektrum emisinya, dimana setiap unsur yang tereksitasi baik kareana pemanasan maupun disebabkan oleh hal lain, akan memancarkan radiasi elektromagnetik (spektrum emisi). Uji nyala api ini dilakukan untuk mengetahui warna yang ditimbulkan oleh tiap unsur.

Dari hasil praktikum dari uji logam transisi pada kompleks besi diperoleh bahwa reaksi antara FeCl3 dengan air, tidak menimbuklan perubahan warna, warna yang muncul tetaplah bening kekuningan. Namun bila FeCl3 direaksikan dengan HCl akan terjadi perubahan warna menjadi kuning dari yang semula bening kekuningan. Sama halnya dengan FeCl3 direaksikan dengan KSCN, juga terjadi perubahan warna menjadi orange. Tetapi bila dibandingkan antara reaksi FeCl3 dan air dengan reaksi FeCl3 dan HCl, dapat kita ketahui bahwa warna yang ditimbulkan oleh reaksi antara FeCl3 dengan air akan lebih stabil ketimbang reaksi FeCl3 dengan HCl, sebab dalam deret kereaktifan ligan menunjukkan bahwa air (H2O) lebih besar dibanding dengan Cl-. Sama halnya dengan reaksi FeCl3 dengan KSCN. Namun jika dibandingkan dengan reaksi dari FeCl3 dengan HCl, reaksi antara FeCl3 dengan KSCN lah yang lebih stabil, sebab dalam deret kereaktifan ligan SCN- lebih besar dibandingkan Cl-. Jika dari reaksi antara FeCl3 dengan HCl diambil setengahnya lalu ditambahkan dengan KSCN akan terjadi perubahan warna dari kuning menjadi lebih pudar. Sedangkan bila FeCl3 direaksikan dengan NaF akan tejadi perubahan warna dari kuning bening menjadi lebih pudar dan berdasarkan deret kereaktifan ligan menunjukkan bahwa H2O lebih besar ketimbang F-, yang artinya reaksi antara FeCl3 dengan NaF kurang stabil dibandingkan bila FeCl3 direaksikan dengan air. Dan bila diambil setengan dari larutan hasil reaksi antara FeCl3 dengan KSCN ditambahkan NaF akan terjadi perubahan warna dari orange menjadi lebih pudar. Sebab dalam deret kereaktifan ligan SCN- lebih besar dari F-, yang artinya reaksi antara FeCl3 dengan KSCN lebih stabil. Dari hasil reaksi antara FeCl3 dengan HCl akan terbentuk ion kompleks berupa [Fe(Cl)6]3-, dengan KSCN akan terbentuk ion kompleks [FeSCN]2+, dan dengan NaF akan ternetuk ion kompleks [FeF6]3-. Sedang untuk reaksi [Fe(Cl)6]3- dengan KSCN akan menghasilkan [FeSCN]2+ dan bila [FeSCN]2+ direaksikan dengan NaF akan menghasilkan [FeF6]3-.

Dari hasil praktikum dari uji logam transisi pada kompleks tembaga diperoleh bahwa reaksi antara CuSO4 dengan air terjadi perubahan warna dari biru muda menjadi biru langit (lebih pudar dari biru muda), sebab dalam deret kereakifan ligan menunjukkan bahwa Cu lebih besar dibanding H2O, yang arinya CuSO4 lebih stabil dibandingkan dengan H2O. Sedangkan reaksi antara CuSO4 dengan HCl terjadi perubahan warna dari biru langit menjadi hijau muda, sebab dalam deret kereakifan ligan menunjukkan bahwa H2O lebih besar dibanding Cl-, yang arinya CuSO4 bila direaksikan dengan air lebih stabil dibandingkan bila CuSO4 direaksikan dengan HCl. Dan bila CuSO4 direaksikan dengan NH3 pekat akan tebentuk dua lapisan warna, dimana lapisan atas berwarna biru tua dan lapisan bawahnya berwarna biru muda, sebab berdasarkan deret kereakifan ligan menunjukkan bahwa NH3 lebih besar dibanding H2O, yang arinya CuSO4 bila direaksikan dengan NH3 pekat lebih stabil dibandingkan CuSO4 direaksikan dengan H2O. Dari hasil reaksi antara CuSO4 dengan NH3 pekat akan terbentuk ion kompleks [Cu(NH3)4]2+.

G. Penutup

1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahahasan dapat ditarik kesimpulan dari praktikum kimia unsur adalah sebagai berikut.

1. Warna nyala api yang ditimbulkan oleh Na adalah kuning keemasan, Ca berwarna merah bata, Ba berwarna hijau kekuningan, dan Sr berwarnamerah tua agak keunguan.

2. Perbedaan warna nyala api disebabkan oleh perpedaan panjang gelombang atau garis warna dari tiap unsur.

3. Reaksi antara FeCl3 dengan HCl akan menghasilkan [Fe(Cl)6]3-, FeCl3 dengan KSCN akan menghasilkan [FeSCN]2+, dan FeCl3 dengan NaF akan menghasilkan [FeF6]3-, sedangkan hasil reaksi antara CuSO4 dengan NH3 pekat akan terbentuk ion kompleks [Cu(NH3)4]2+.

4. Kestabilan suatu larutan dapat dilihat dari deret kereaktifan ligannya.

2. Saran

Saran saya dalam paraktikum kali ini adalah agar waktu respon ditambah beberapa menit lagi bila diadakan praktikum dengan menggunakan bahan-bahan berbahaya sebaiknya menggunakan kaos tangan demi keselamatan para praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. Buku Ajar Kimia Dasar II. Universitas Haluoleo, Kendari.

Anonim, 2008. Penuntutun Praktikum Kimia Dasar II. Laboratorium Unit Kimia UPT laboratorium Dasar Universitas Haluoleo, Kendari.

Petrucci, R. H., 1985. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga, Jakarta.